Jumat, 13 April 2012

DARI SUDUT WARUNG KOPI UNTUK ORGANISASI


DARI SUDUT WARUNG KOPI UNTUK ORGANISASI [1]
(Oleh: Imam Muttaqin)
Dari Sudut Warung Kopi Untuk Oraganisasi (IPNU-IPPNU)
Rekan Haikal dipenghujung Session Micro Teaching

Beberapa hari yang lalu rekan-rekan kita yang segera beranjak dari bangku sekolah menengah telah merampungkan Ujian Nasional. Setelah ujian itu berakhir obrolan kisah perjuanganpun menjadi bahan pembicaraan yang sangat menarik dikalangan pelajar kita.

Tak luput dari obrolan ringan disudut-sudut kantin sekolah, kedai kopi, bahkan sampai dipinggir jalan tempat dimana pelajar-pelajar kita biasa mangkal diluar jam sekolah, sayapun turut berbincang dengan beberapa rekan disebuah sudut kamar tempat saya biasa menghabiskan waktu.

Sambil menyupit se-util rokok diantara jari telunjuk dan jari tengah dengan ditemani segelas wedang kopi obrolan itupun smapai kemana-mana. Canda tawa dan wajah yang sedikit riang bisa saya lihat dari wajah rekan2 saya yang baru saja menyelesaikan Ujian Nasional yang beberapa bulan ini mereka rasakan sebagai momok yang sangat menakutkan dan telah merenggut kebebasan mereka. Sebuah perasaan yang pernah menghantui saya empat tahun yang lalu.saaat saya masih duduk di bangku sekolah menengah.

Saya tidak begitu terkejut saaat rekan2 saya tersebut dengan entengnya membuka mulut bercerita tentang bagaimana mereka melewati hari-hari Ujian itu. Dengan bangga mereka menceritakan bagaimana jawaban-jawaban yang mereka coretkan diatas kertas jawaban mereka peroleh dari teman-teman lainnya yang mereka pikir lebih pandai. Bagaimana handphone yang saat ini menjadi salah satu kebutuhan primer hidup manusia mamapu membantu mereka dalam membuang beban Ujian Nasional yang semestinya mereka kerjakan secara mandiri.

Saya kira sedikit cerita diatas juga pernah lewat telinga dan singgah di pikiran kita. Sebuah realitas pelajar yang samapai saat ini membaur dalam kisah kisah yang tak akan pernah dilupakan sampai kapanpun.

Sebuah pertanyaan yang saya kira patut untuk kita telusuri jawabannya. Sejauh inikah kedewasaan dan kesadaran pelajar-pelajar kita?

Diakui atau tidak dipundak dan tangan pelajarlah masa depan bangsa dan negara ini. Yakni generasi muda yang masih punya semangat belajar tinggi dan masih punya banyak ruang dan waktu untuk membangun dan mengejar cita-cita. Bukan hanya sekedar cita cita pribadi namun juga cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia.

Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama dan ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama sebagai salah satu organisasi pelajar yang telah mengakar dari ibukota samapai pelosok-pelosok desa, sudah semestinya mampu membangun dan mambangkitkan kesadaran akan pentingnya arti belajar dalam kehidupan.

Mampu menjadi motor penggerak akan pentingnya memiliki wawasan keilmuan yang luas dan profesionalitas yang tinggi. Bukan sekedar coretan tinta emas diatas kertas ijazah yang akan lapuk oleh masa.

Sejarah mencatat kaum pelajarlah yang menjadi motor penggerak setiap perubahan negeri ini. Pergerakan budi utomo, proklamasi kemerdekaan yang diawali dengan peristiwa Rengasdengklok, Pembubaran PKI dan runtuhnya ordelama sampai lahirnya reformasi dalam tubuh bangsa dan negara ini dimotori oleh Kaum pemuda dan pelajar.

Sejenak mari kita melihat kekanan dan kekiri. Cobalah lihat bagaimana kondisi pemuda dan pelajar-pelajar kita? Masihkah kiranya mereka memiliki aura dan semangat juang untuk bersama sama membangun diri, bangsa dan negara ini? Aktif dalam kehidupan sosial maysarakat untuk turut bersama mengangkat lengan membuat perubahan ditengah tengah masyaraktnya? Atau justru tenggelam dalam dunia hedonis dan individualistik? Membanggakan sikap kedaerahan atau kesukuan yang telah terbukti tidak mampu mewujudkan kesejehteraan bersama?

Melihat kenyataan yang demikian, siapakah yang kemudian harus dipersalahkan? Lembaga pendidikan, pemerintah dan masyarakatnya? Atukah pelajar-pelajar kita? Saya kira kurang bijak jika kita mencari cari siapa yang harus dipersalahkan.

Hari ini kita harus mulai membenahi diri. Kita tidak bisa lagi menunggu. Kita harus mulai dari diri kita. Siapa lagi kalau bukan kita yang memulai. Dimana kita berada dari situlah kita mengawali langkah kita.

Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama. Dari sinilah kita mulai. Membangun diri dan bersama-sama membentuk jiwa keterpelajaran. Dan bersama sama meneruskan tongkat estafet mewujudkan cita-citabangsa dan agama.

Kemudian marilah melihat kedalam diri kita. Sejalan dengan berjalannya waktu problematika organisasi tak mungkin dapat kita hindari. Ini adalah hukum Allah yang berjalan menghiasi setiap langkah kita.

Hari ini saya merasa ada disorientasi tujuan organisasi. Bukan tujuan organisasinya yang saya maksudkan disini. Tapi arah tujuan oleh pemegang roda organisasi. Saya merasakan masing masing lebih mengedepankan tujuan pribadinya. Tak bisa kita pungkiri bahwa dengan berada dalam sebuah organisasi setiap orang pastilah memiliki tujuan yang berbeda. Namun demikian, tidak berarti kemudian kita tidak lagi menghiraukan tujuan organisasi. Sudah semestinya tujuan organisasilah yang harus di nomer wahidkan. Karena pada dasarnya organisasi dibentuk karena adanya kesamaan tujuan dan kesadaran bersama untuk mencapai tujuan itu. Adapun jika ada tujuan lain yang tidak menjadi tujuan bersama maka asalkan tidak bertentangan dengan tujuan utama saya kira itu sah-sah saja. Dan tetap dengan catatan tidak mengesampingkan tujuan utama.

Kembali menyatukan persepsi dan membentuk arah organisasi secra bersama sama adalah hal urgen dari sisi ini.

Selain disorientasi tujuan saya merasakan adanya gerak mundur idealisme keorganisasian. Yang kemudian juga didorong gerakan gerakan yang melemahkan idealisme organisasi yang harus segera kita counter.

Pendalaman dan penguatan materi-materi dasar (ke-ASWAJA-an, ke-NU-an dan ke-IPNU-IPPNU-an) harus menjadi bahan pengembangan yang perlu diperhatikan. Dititik inilah yang secara umum saya rasa mulai kita lupakan. Hal ini bisa kita lihat dalam setiap kegiatan kita. Seberapa besar dan dalamkah pendalaman materi ini. Selama ini saya melihat titik fundamental ini hanya menjadi sebuah pencarian secara pribadi dan belum menjadi target yang diutamakan dalam setiap kegiatan.

Kesadaran untuk mentaati peraturan menjadi problem berikutnya. Namun terkadang engan dalih bagaimana kita bisa mentaati peraturan jika kita tahu kalau aturan itu ada. Kalaupun saya tahu peraturan itu ada dimana sekarang ia berada dan mencarinya? Ini juga mesti menjadi hal yang perlu kita carikan problem solvingnya.

Dalam hal ini komunikasi ternyata masih menjadi kendala utama. Padahal dengan kemajuan teknologi informasi seharusnya hal ini tidak lagi menjadi problem.

Kesadaran, saya kira disanalah titik yang harus segera kita lahirkan kembali. Titik yang harus kita tumbuh kembangkan. Sadar akan siapa dan dimana kita berada, sadar untuk bahu membahu mencapai tujuan bersama, sadar akan tugas dan wewenang, saling menghargai dan mambangun komunikasi yang fleksibel.

Entahlah kalau kemudian apa yang saya tuliskan ini berputar putar bak baling bambunya doraemon. Satu hal yang kemudian mengusik fikiran saya. Siapakah kader pemegang estafet organisasi ini.

Di tempat saya berdiri, keder yang saya maksudkan diatas cenderung sudah cukup umur. Mereka yang sudah atau akan segera mulai disibukkan untuk mengepulkan asap dapur dan memeras keringat untuk biaya keseharian.

Entah karena kaderisai yang tidak berjalan sehingga memang inilah yang ada. Atau juga karena mereka yang tidak rela meninggalkan the second scool (Organisasi). Objek kaderisasi, disinilah lingkaran yang mesti kita rubah juga. Dari sudut ini akronim kepemudaan sepertinya masih melekat. Atau kemudian akronim pelajar yang kemudian dikesampingkan.

Bergerak ke pelajar murni tanpa mengesampingkan pelajar alami merupakan hal yang juga mesti menjadi bentuk gerakan kita berikutnya. Menjaring kader kader yang lebih muda yang masih duduk dibangku Sekolah dan masih punya banyak waktu untuk dicetak menjadi kader kader militan dengan loyalitas tinggi yang profesional dalam mengemban tugas.

Ada banyak hal yang perlu kita benahi namun dari diri kitalah semua itu bisa dicapai. Semoga Allah senantiasa menuntun langkah kita menjadi insan kamil. Ihdinas shiroothol mustaqiim. Akhir kata mohon maaf jika tulisan ini hanya menjadi sampah dan kosong dalam makna.

B5 Trenggalek, 14 Mei 2010
______________
[1] Ditulis dalam rangka ikut serta LATPEL II IPNU Jatim 2010


0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas urun Rembugnya!

 
;